PESATNYA perkembangan teknologi dan informasi memungkinkan banyak terciptanya inovasi baru. Perkembangan itu dapat dimanfaatkan untuk mendukung aktivitas akademik termasuk dalam penulisan karya tulis ilmiah. Sayangnya, masih banyak pendidik yang kesulitan menyusun tulisan secara sistematis, menggunakan tata bahasa yang tepat, dan memahami metode penelitian dengan benar.
Hal ini juga dirasakan oleh guru-guru di Jember. Di tengah tuntutan administratif dan padatnya beban mengajar, kemampuan menulis ilmiah seringkali terabaikan. Padahal, karya ilmiah bukan sekadar membuktikan kompetensi dan mengembangkan ilmu pengetahuan mereka. Akan tetapi juga dapat menghidupkan ilmu pengetahuan dalam kehidupan masyarakat melalui karya tulis ilmiah.
Melihat situasi tersebut, tim pengabdian masyarakat dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) bergerak untuk program pelatihan bagi guru yang bertujuan untuk memanfaatkan perangkat berbasis kecerdasan buatan (AI) untuk menulis karya tulis ilmiah serta meningkatkan literasi digital para guru di SDN Sukorambi 03 Jember.
Program ini tidak hanya mengadakan kegiatan pelatihan saja, namun juga pendampingan dan evaluasi. Pelatihan yang diberikan meliputi penggunaan artificial intelligence (AI) dalam penulisan karya tulis ilmiah seperti penyusunan ide dengan Chat GPT, pengaturan tata bahasa menggunakan Grammarly, hingga pencarian referensi secara otomatis dengan Zotero. Setelah proses pelatihan, guru-guru didampingi dan dibimbing dalam menerapkan apa yang telah dipelajari dalam membuat karya tulis ilmiah sesuai standar akademik. Dan pada tahap akhir yakni evaluasi yang dilakukan dengan menilai karya yang telah dihasilkan. Uniknya, di akhir kegiatan juga dilakukan survei kepuasan guru selama pelaksanaan program.
Hasilnya? Terdapat perubahan yang cukup signifikan dari sebelum dan sesudah pelatihan. Sebelum mengikuti pelatihan, sebagian besar guru mengaku masih kesulitan dalam menyusun kerangka tulisan, mengalami kendala dalam penggunaan tata bahasa, serta membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan karya ilmiah. Namun setelah pelatihan berlangsung, perubahan positif pun terlihat nyata. Kemampuan mereka dalam menyusun tulisan meningkat pesat hingga 85%, penggunaan tata bahasa yang baik dan benar mencapai 90%, dan proses penulisan menjadi jauh lebih efisien.
Tak hanya berdampak pada kemampuan menulis, pelatihan ini juga memperluas wawasan digital para guru. Banyak dari mereka yang awalnya belum akrab dengan aplikasi berbasis kecerdasan buatan (AI), kini mulai menggunakannya tidak hanya untuk menulis karya ilmiah, tetapi juga sebagai alat bantu dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.
Pelatihan ini bukan sekadar pembekalan teknis. Lebih dari itu, kegiatan ini menjadi wujud nyata dari penerapan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya Tujuan 4 tentang Pendidikan Berkualitas dan Tujuan 9 tentang Industri, Inovasi, dan Infrastruktur. Para guru diajak untuk lebih terbuka terhadap perkembangan teknologi dan berinovasi dalam proses pembelajaran, sejalan dengan semangat Society 5.0 yang menekankan integrasi teknologi dalam kehidupan sehari-hari.
Tentu saja, tantangan dalam pelaksanaan program tetap ada. Keterbatasan waktu dan penyesuaian terhadap teknologi baru menjadi hambatan tersendiri. Namun, kehadiran modul belajar mandiri dan dukungan berupa pendampingan setelah pelatihan mampu menjadi solusi yang efektif, mendorong guru untuk terus berkembang.
Keberhasilan program ini membuka peluang besar untuk diterapkan di sekolah lain. Dengan semakin banyak guru yang terampil menulis dan melek digital, maka peran mereka pun semakin luas. Bukan hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai peneliti dan pencipta inovasi pendidikan yang berkontribusi langsung dalam memajukan pembelajaran di Indonesia.(***)