PEMBERIAN ASI eksklusif merupakan hak setiap bayi dan kewajiban yang ingin dipenuhi oleh setiap ibu. Namun, dalam kondisi tertentu, proses menyusui tidak selalu berjalan lancar. Salah satunya terjadi pada bayi dengan ikterus neonatorum yang harus menjalani fototerapi.

Selama perawatan, bayi biasanya tidak bisa menyusu langsung dari ibunya. Sebagai solusi instan, rumah sakit kerap memberikan ASI melalui botol susu. Meski praktis, penggunaan botol sering menimbulkan masalah baru: bayi mengalami nipple confusion atau bingung puting. Akibatnya, ketika kembali rawat gabung dengan ibu, banyak bayi menjadi rewel, menolak menyusu, dan tidak dapat mengisap payudara dengan efektif. Kondisi ini berisiko membuat capaian ASI eksklusif tidak terpenuhi.


Data dari Ruang Neonatus Rumah Sakit Islam Surabaya Jemursari pada Januari–Desember 2022 mencatat 1.399 pasien. Dari jumlah tersebut, 1.318 bayi menjalani rawat gabung dengan ibu, sementara 81 bayi tidak bisa rawat gabung karena kondisi medis tertentu. Studi awal yang dilakukan pada Desember 2022 menemukan tiga bayi dengan ikterus yang menjalani fototerapi mengalami masalah kegagalan menyusui. Tandanya jelas: bayi bingung puting, mudah menangis, dan sulit menyusu langsung.

Kegagalan menyusui bisa disebabkan banyak faktor, baik dari sisi ibu maupun bayi. Dari sisi ibu, hambatan bisa berupa payudara bengkak, riwayat operasi, atau puting yang masuk ke dalam. Dari sisi bayi, masalah bisa berupa prematuritas, sumbing, atau refleks menghisap yang lemah. Dampaknya tidak bisa disepelekan. 

Ibu berisiko mengalami bendungan ASI hingga mastitis, sedangkan bayi berisiko kekurangan gizi, pertumbuhan terhambat, dan ikterus berkepanjangan. Ikterus sendiri merupakan kondisi dimana kulit, mata, dan membran mukosa menjadi kuning karena penumpukan bilirubin dalam darah.

Untuk mengatasi masalah ini, cup feeder hadir sebagai alternatif yang lebih baik dibanding botol susu. Metode ini sederhana: ASI dituangkan ke cangkir kecil, lalu diberikan pada bayi dalam posisi tegak. Bayi kemudian menyesap ASI secara perlahan, dengan teknik yang mirip menyusu langsung dari payudara.

Menurut WHO, pemberian ASI menggunakan cup feeder lebih aman daripada botol. Keuntungannya, bayi tidak bingung puting, risiko kerusakan gigi berkurang, pertumbuhan rahang tetap normal, dan bayi tidak minum berlebihan. Selain itu, alatnya murah dan mudah digunakan, sehingga bisa menjadi pilihan ideal di rumah sakit maupun di rumah.

Tim pengabdian masyarakat dari Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA) melakukan edukasi bagi perawat di Ruang Neonatus RSI Jemursari. Hasil kegiatan menunjukkan adanya peningkatan signifikan pada pengetahuan dan sikap perawat setelah mendapatkan penyuluhan tentang penggunaan cup feeder.

Sebagian besar perawat berada dalam kategori dewasa awal, memiliki pengalaman kerja lebih dari 10 tahun, serta berpendidikan diploma atau sarjana. Dengan penyuluhan ini, para perawat semakin memahami pentingnya metode cup feeder dalam mencegah menyusui tidak efektif, terutama pada bayi yang tidak bisa rawat gabung.

Penerapan cup feeder tidak hanya mendukung keberhasilan ASI eksklusif, tetapi juga sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Program ini mendukung SDG 3 (Kehidupan Sehat dan Sejahtera) dengan menurunkan risiko kesehatan bayi, SDG 4 (Pendidikan Berkualitas) melalui edukasi perawat, SDG 5 (Kesetaraan Gender) dengan meningkatkan peran ibu dalam pemberian ASI.Dengan semakin banyaknya tenaga kesehatan yang memahami manfaat cup feeder, diharapkan masalah menyusui tidak efektif bisa diatasi sejak dini. Bayi tetap bisa mendapatkan haknya atas ASI, ibu merasa lebih tenang, dan tujuan ASI eksklusif selama 6 bulan dapat tercapai.(***)