BELAJAR Bahasa Inggris tidak harus selalu dengan papan tulis dan hafalan panjang yang membosankan. Di era digital, pendidikan menuntut inovasi pembelajaran yang mampu menjembatani kebutuhan generasi masa kini dengan kemajuan teknologi. Sayangnya, di daerah pesisir seperti Paciran, Lamongan, masih banyak siswa yang menganggap Bahasa Inggris sebagai pelajaran yang “menakutkan”.
Menanggapi kondisi tersebut, tim dosen dari Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) melakukan program pengabdian masyarakat. Mereka memperkenalkan teknologi Augmented Reality (AR) sebagai media pembelajaran inovatif. Program ini melibatkan guru-guru Bahasa Inggris di Paciran, yang dilatih agar mampu menggunakan AR untuk mengenalkan kosakata baru dengan cara interaktif dan menyenangkan.
Kegiatan ini dilaksanakan di Desa Paciran, Lamongan, Jawa Timur sebuah wilayah pesisir yang berjarak sekitar 40 km dari Surabaya. Anak-anak di desa ini cenderung kurang tertarik pada pelajaran Bahasa Inggris. Melalui program AR, diharapkan motivasi belajar meningkat, pembelajaran terasa lebih hidup, dan guru memiliki media baru yang mudah diterapkan.
Program dilakukan dalam dua tahap. Pertama, para guru diberikan sosialisasi dan pelatihan mengenai penggunaan aplikasi AR: mulai dari pengenalan, perancangan desain pembelajaran, hingga praktik micro teaching. Tahap kedua, para guru bersama tim dosen mencoba menerapkan AR langsung kepada siswa. Anak-anak diajak belajar mengenal nama hewan, tumbuhan, hingga salam dalam Bahasa Inggris dengan cara memindai kartu bergambar (flashcard) menggunakan aplikasi AR di ponsel pintar.
Tidak semua berjalan mulus. Sebagian guru awalnya mengira AR sama dengan VR yang rumit, sehingga mereka ragu bisa mengoperasikannya. Namun, setelah praktik, ternyata aplikasi AR cukup mudah dijalankan lewat smartphone. Pada siswa, kendala muncul karena tidak semua anak memiliki gawai pribadi atau memori ponsel orang tuanya terbatas. Solusinya, guru dan tim meminjamkan ponsel agar semua anak bisa tetap mencoba.
Program ini memiliki banyak kelebihan. Guru jadi lebih kreatif dalam mengajar tanpa perlu membuat media rumit. Anak-anak merasa senang karena belajar sambil bermain teknologi terbaru. Bahkan, penggunaan AR membuat siswa lebih fokus, termotivasi, dan berani mencoba berkomunikasi dalam Bahasa Inggris.
Hasil angket menunjukkan 100% siswa merasa lebih bersemangat belajar menggunakan AR, dan seluruh guru menyatakan media ini efektif memperkaya kosakata serta meningkatkan motivasi. Guru juga siap menularkan pengalaman ini ke sekolah lain di sekitar Paciran, sehingga dampaknya dapat meluas.
Kegiatan pelatihan dan sosialisasi penggunaan AR di Paciran membuktikan bahwa teknologi bisa menjadi jembatan antara metode belajar tradisional dan kebutuhan generasi masa kini. Bahasa Inggris yang dulunya dianggap menakutkan kini bisa dipelajari dengan cara menyenangkan dan interaktif.
Melalui program ini, guru memperoleh bekal inovatif untuk mengajar dan tidak hanya itu anak-anak Paciran juga mendapat kesempatan baru untuk belajar dengan cara modern. Harapannya, keberhasilan ini dapat menjadi contoh bagi daerah lain agar teknologi sederhana seperti AR bisa ikut menghadirkan masa depan pendidikan yang lebih cerah Harapannya, keberhasilan ini dapat menjadi contoh bagi daerah lain agar teknologi sederhana seperti AR bisa ikut menghadirkan masa depan pendidikan yang lebih cerah.(***)